Sertifikasi BRCGS Untuk Memperoleh Buyer
Competency Science Start-Up

Sertifikasi BRCGS Untuk Memperoleh Buyer

May 19, 2022

Loading

Jakarta, Indonesia – Pada 04 Februari 2022, MARKCERT telah mengadakan workshop bertema “Tantangan Penerapan dan Sertifikasi BRCGS Food Safety Issue 8 Untuk Memperoleh Buyer Terpercaya” bersama dengan TUV Nord Indonesia, BRCGS (United Kingdom), AGFOCERT (Turkiye), dan perwakilan pelaku industri.

Hadir sebagai narasumber workshop ialah Karlina Bone (SCS Operational Manager, TUV Nord Indonesia), Benz Thomas (South Asia Pacific Region Head, BRCGS), Zeynep Kağanoğlu (Quality Management Representative, AGFOCERT), Rezqiana Rafika Dewi (Quality Assurance, Representative from Industry), dan Lely Rahmawaty, S.TP., M.P. (BRCGS Registered Consultant, MARKCERT). Workshop dilakukan secara bilingual (bahasa indonesia dan bahasa inggris) dihadiri oleh 95 peserta yang berasal dari seluruh Indonesia. Rekaman workshop juga ditayangkan di kanal resmi YouTube MARKCERT agar dapat dilihat oleh masyarakat luas.

Dalam paparan pertama, Karlina Bone menyampaikan persyaratan dan proses sertifikasi BRCGS Food Safety Issue 8. Karlina memaparkan frekuensi audit BRCGS dapat dilakukan 1 sampai 2 kali dalam setahun, berdasarkan nilai (grade) dari hasil audit yang dilakukan. Penetapan durasi audit BRCGS Food Safety Issue 8 didasarkan pada jumlah karyawan, ukuran fasilitas manufaktur, dan jumlah studi HACCP yang termasuk dalam ruang lingkup sertifikasi BRCGS Food Safety Issue 8. Karlina menyampaikan bahwa ada beberapa klausul yang perlu diwaspadai oleh pelaku industri seperti klausul terkait kebersihan dan sanitasi, klausul food safety culture plan, dan klausul perawatan, dimana klausul-klausul tersebut menjadi temuan terbesar dalam proses audit sebelumnya.

Dalam memulai perjalanan BRCGS oleh pelaku UMKM dan industri pangan Indonesia, South Asia Pasific Region Head BRCGS memaparkan bahwa pertumbuhan sertifikasi BRCGS di Indonesia cukup pesat pada tahun 2021. Peluang sertifikasi juga sangat terbuka dimana ritel dan restoran besar seperti Costco, Walmart, McDonald, dan Subway. Bagi para pelaku UKM dan industri pangan Indonesia, proses perjalanan sertifikasi BRCGS dapat dimulai dengan BRCGS START! dimana sertifikasi yang dikhususkan bagi para pelaku UKM dan industri pangan dengan persyaratan sertifikasi yang lebih sederhana dibandingkan dengan persyaratan BRCGS Food Safety Issue 8.

Senada dengan pemaparan SCS Operational Manager TUV Nord Indonesia, Zeynep Kağanoğlu menjelaskan proses sertifikasi BRCGS dapat dimulai dengan pemilihan Lembaga sertifikasi oleh pelaku usaha pangan. Pemilihan Lembaga sertifikasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan track record lembaga sertifikasi, pengalaman auditor pada lembaga sertifikasi, juga rekomendasi atau saran dari pelaku usaha yang telah melalui proses sertifikasi pada lembaga sertifikasi tersebut. Zeynep juga menyampaikan sekilas mengenai pengalaman AGFOCERT sejak tahun 2005 dengan layanan sertifikasi BRCGS, IFS, Global G.A.P, ASC Farm, MSC CoC, dan sistem manajemen berbasis ISO.

Pada sesi keempat, Rezqiana menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan terutama terkait jaminan mutu atau Quality Assurance dari sisi industri. Adanya klausul fundamental seperti pengembangan HACCP Plan, TACCP Plan dalam mengelola ancaman terhadap keamanan pangan, serta VACCP Plan dalam mencegah munculnya kerentanan terhadap bahan baku atau produk pangan. Qiana juga menyampaikan tips dan trick untuk dapat sukses dalam sertifikasi BRCGS Food Safety Issue 8 kepada peserta UKM dan industri seperti selalu menjaga kebersihan dan sanitasi setiap hari, melakukan traceability test kurang dari 4 jam, dan program pemantauan lingkungan terhadap peralatan produksi yang kontak dengan produk atau bahan baku, lingkungan pabrik, pakaian Alat Pelindung Diri (APD), dan personal hygiene.

Pada sesi paparan terakhir oleh Lely Rahmawaty, menyampaikan peluang ekspor pangan Indonesia yang masih luas. Banyak produk pangan Indonesia yang diminati, namun belum diekspor ke beberapa negara potensial, seperti produk komersial saus sambal, mie instan, kacang-kacangan sampai dengan produk tradisional seperti mpek-mpek, cendol, rendang, dan lainnya. Ekspor pangan Indonesia juga berkontribusi hingga 2,23 Miliar USD per bulan Juni tahun 2020, namun masih di dominasi oleh produk kelapa sawit dan perikanan. Keberhasilan sektor perikanan mengekspor produknya dapat menjadi contoh nyata penerapan BRCGS sebagai salah satu pondasinya.

Dari 157 industri pangan yang tersertifikasi BRCGS, lebih dari 90% adalah industri perikanan. Jika dibandingkan sertifikasi BRCGS di India, Thailand dan Vietnam, secara berurutan mencapai 1169, 629 dan 498 industri, sedangkan Indonesia total 197 industri tersertifikasi BRCGS. Hal ini juga dapat dibuktikan untuk mencari produk ketiga negara tersebut di supermarket besar seperti Tesco, Walmart, Costco, dan lainnya lebih mudah dibandingkan mencari produk Indonesia di negara Amerika Serikat, Inggris Raya dan Uni-Eropa.

Permintaan sertifikasi BRCGS Food Safety Issue 8 menjadi semakin penting dengan kondisi pandemi Covid-19 serta adanya kasus keracunan pangan di seluruh dunia serta kontaminasi kemasan oleh virus ini. Hal ini juga menyebabkan usaha industri pangan besar seperti Subway mulai menerima UKM yang tersertifikasi BRCGS START! sebagai supplier mereka, dikarenakan sertifikasi BRCGS dapat memberikan proses jaminan mutu terhadap produk yang disediakan. Sertifikasi BRCGS Food Safety Issue 8 juga menyediakan beberapa modul tambahan seperti Voluntary Meat Supply Chain, Food Safety Modernization Act (FSMA), dan Global G.A.P Chain of Custody untuk memudahkan pelaku UKM dan industri dalam mendapatkan beberapa sertifikasi lainnya yang merupakan persyaratan dari beberapa pelaku industri pangan.

Lely juga memaparkan beberapa saran kepada pelaku industri dalam memenuhi persyaratan sertifikasi BRCGS Food Safety Issue 8. Beberapa persyaratan dokumen dan rekaman perlu dilengkapi seperti mengelola dokumen eksternal referensi penyusunan HACCP, memiliki laporan tahunan in-depth pest management control oleh Pest Control expert, menyusun prosedur penyimpanan produk yang berbasis risiko, dan tersedianya prosedur pengendalian dokumen kadaluwarsa (obsolete). Beberapa kegiatan dan aktivitas juga perlu dilakukan dalam memenuhi persyaratan termasuk pemantauan dan evaluasi pengembangan Food Safety Culture Plan, audit internal setiap 3 bulan sekali, juga laundry APD secara in-house atau dialihkan ke pihak ketiga dengan kriteria BRCGS Food Safety Issue 8.

Dalam sesi tanya jawab, pelaku industri turut menyampaikan beberapa kendala implementasi manajemen keamanan pangan terutama bagi pelaku UKM. Selain itu, beberapa persyaratan yang begitu tinggi dari BRCGS Food Safety Issue 8 masih belum dapat diimplementasikan secara efektif oleh beberapa pelaku. Kegiatan workshop ini juga menjadi sarana diskusi antara pelaku industri, pelaku UMKM, akademisi, pelajar, masyarakat, dan tenaga ahli bidang manajemen keamanan pangan sehingga dapat mendorong sertifikasi BRCGS Food Safety di seluruh pemangku kepentingan pada bidang pangan Indonesia dan dapat memacu ekspor produk pangan dari industri kecil, menengah dan besar.