Sel surya grafena kini bisa dibuat dari daur ulang sampah
Energy Science

Sel surya grafena kini bisa dibuat dari daur ulang sampah

Jul 12, 2022

Loading

Sejak penemuannya untuk sel surya dan berbagai kebutuhan teknologi terkini, harga bahan baku grafena meningkat. Meskipun grafena sangat berguna, tetapi sangat sulit untuk diproduksi hingga kini.

Harga grafena di pasaran mencapai $200.000 per ton atau sekitar 3 milyar rupiah. Namun kini, para ilmuwan bisa membuatnya dari sampah.

Grafena adalah bahan berbasis karbon yang atomnya tersusun dalam pola heksagonal, struktur yang membuatnya sangat berguna untuk berbagai aplikasi. Namun, itu sangat sulit dan mahal untuk dibuat.

Namun kini ditemukan teknik baru yang dapat mengurangi biaya dan kesulitan dengan memanaskan bahan berbasis karbon, seperti ampas kopi bekas atau sampah plastik, dengan teknik flash.

Teknologi terbaru ini dikembangkan di Rice University oleh Dr. James Tour dan timnya yang membawa gagasan bahwa sampah satu orang adalah harta orang lain secara ekstrem. Kulit pisang, ampas kopi, wadah plastik sekali pakai, batu bara, — semuanya dan limbah jenis lainnya dapat diubah menjadi salah satu bahan paling berharga yakni grafena.

Baca juga: https://seisnews.org/2022/teknologi-grafena-bahan-baku-sel-surya-masa-depan/

Ahli kimia James Tour dan timnya telah mengembangkan proses cepat atau Flash Technique yang dapat mengubah sampah dalam jumlah besar menjadi serpihan grafena. Informasi ini berada dalam jurnal yang diterbitkan di Juni 2021.

“Ini adalah masalah besar,” kata Dr. James Tour dalam siaran pers Rice University. “Dunia membuang 30 persen hingga 40 persen dari semua makanan, karena penurunan kualitas dan tidak aman serta menjadi tumpukan sampah plastic atau kemasan yang menjadi perhatian dunia. Penelitian tersebut membuktikan bahwa bahan padat berbasis karbon apa pun, termasuk campuran sampah plastik dan ban karet, dapat diubah menjadi grafena.”

Meskipun utilitasnya tinggi untuk berbagai aplikasi termasuk sel surya, grafena belum menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Penyebab utamanya adalah karena biayanya yang mahal.

Flash Joule Heating

Grafena sulit diproduksi dalam jumlah besar, oleh karenanya “harga komersial grafena saat ini sangat tinggi yakni $67.000 – $200.000 per ton atau 1 – 3 milyar rupiah per ton,” kata Dr. James Tour.

Teknik umum yang biasa digunakan termasuk pengelupasan, di mana lembaran grafena dilepaskan dari grafit, atau menggunakan teknik deposisi uap kimia, dengan menguapkan metana (CH4) menggunakan substrat tembaga untuk mengikat atom karbon metana, membentuk grafena.

Teknik baru, yang disebut Flash Joule Heating, jauh lebih sederhana, lebih murah, dan tidak bergantung pada pelarut berbahaya atau bahan tambahan kimia. Sederhananya, bahan berbasis karbon terkena panas 2.760 °C (5.000 °F) hanya dalam 10 milidetik.

Suhu ini mampu memutuskan setiap ikatan kimia dalam bahan. Semua atom selain karbon berubah menjadi gas, yang lolos dalam perangkat kemudian ditangkap dalam aplikasi industry yang berupa karbon murni. Karbon tersebut disusun kembali sebagai serpihan grafena.

Uniknya lagi, teknik ini menghasilkan apa yang disebut graphene turbostatic. Proses lain menghasilkan apa yang dikenal sebagai A-B stacked graphene, yakni setengah dari atom dalam satu lembar grafena terletak di atas atom-atom lembar grafena lainnya.

Struktur ini menghasilkan ikatan yang lebih erat antara dua lembar, membuatnya lebih sulit untuk dipisahkan. Grafena turbostatik tidak memiliki struktur seperti itu di antara lembarannya, sehingga lebih mudah untuk dilepaskan satu sama lain.

Penerapan yang paling jelas untuk “flash graphene” adalah dengan menggunakan serpihan grafena ini sebagai komponen dalam beton. Dengan memperkuat beton menggunakan grafena, maka kita dapat mengurangi jumlah beton untuk membangun, yang berarti biaya produksi dan distribusinya menjadi lebih murah”.

Pada dasarnya, dengan teknik flash kita mengubah karbon dari limbah padat menjadi grafena dan menambahkan grafena itu ke beton, sehingga menurunkan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dalam pembuatan beton. Dapat dinyatakan bahwa grafena yang dihasilkan adalah produk ramah lingkungan.

Beton adalah aplikasi utama untuk grafena yang dihasilkan, yang menguntungkan secara ekonomi dan juga ramah lingkungan, tetapi bisa juga digunakan untuk aplikasi lain seperti sel surya.

Aplikasi Lingkungan dan Energi

Nanomaterial berbasis karbon (CNMs) seperti grafena dan carbon nanotubes (CNTs) memiliki potensi besar dalam aplikasi lingkungan dan energi. Meskipun berbagai metode sintesis telah dikembangkan untuk menghasilkan CNM, metode sintesis hijau dengan reaksi hemat energi atau bahan awal yang murah mendapatkan lebih banyak perhatian baru-baru ini.

Terbukti dari perkembangan penelitian terbaru telah mampu mengubah bahan limbah bernilai rendah menjadi CNM bernilai tinggi berkontribusi terhadap teknologi pemrosesan dan daur ulang bahan yang berkelanjutan.

Salah satu contohnya adalah penelitian Dr. James Tour dengan teknik flash-nya. Sebelumnya juga dikembangkan oleh Rakesh K Joshi dan timnya di tahun 2016, sintesis grafena dari limbah PET, menggunakan autoclave stainless steel yang dapat mengurangi emisi gas beracun dan mempercepat proses pirolisis. Hasilnya mengungkapkan bahwa grafena yang dihasilkan dapat menjadi bahan penghilang warna.

Sedangkan hasil penelitian yang diterbitkan di tahun 2022 dilakukan dari limbah lemak ayam oleh Mohammed Natiq Ezzat dan Ziad Tark Abd Ali. Metode yang digunakan adalah LPCVD atau deposisi uap kimia tekanan rendah (low pressure chemical vapor deposition). LPCVD digunakan untuk mensintesis graphene monolayer yang seragam pada tembaga yang dipadatkan kembali dari limbah lemak ayam.

Dengan semakin matangnya metode ini dan metode lain untuk memproduksi grafena dalam jumlah besar, maka kita bisa mengharapkan bahwa di masa depan baik bahan baku maupun teknologinya akan semakin kuat, lebih ringan, lebih maju, dan tidak terlalu merusak lingkungan.

Saksikan juga di channel youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCpnF7R6RJL0s1yrWU5dO2ZQ

Ditulis oleh LR.